Nama:
Lokasi: Bandung, JAWA BARAT, Indonesia

Selamat datang di blog webmaster, website ini merupakan blog pribadi sekaligus lahan untuk bisnis online. Semua tulisan yang ada disini adalah Copyright dari webmaster, walaupun ada sebagian yang copas.. hehehe... :)) Segala sesuatu yang membuat anda menjadi tambah pintar karena website ini, silahkan bagi-bagi hasilnya,,terakhir jangan lupa beri komentar yah mengenai web ini,, Thank's a Lot... :-)

Rabu, 03 September 2008

SATU CINTA UNTUK CINTA





Cinta, karena engkaulah sebuah alasan untuk aku, menjadi manusia terkokoh dalam sejarahnya. Cinta, menyebutmu bagai setetes embun yang memberi hidup pada kembang yang pernah mengering. Cinta, izinkan aku menjadi angin, hingga aku dan dirimu tidak akan pernah dipisahkan masa yang akan segera berkarat. Biarlah hadirku tak pernah terkabul dalam wujudnya, tapi aku ingin hembusannya berjalan beriringan denganmu.
Aku memang dekat denganmu. Tapi ketika engkau mulai melontarkan pertanyaan yang sama untuk kesekian ribu kalinya, aku hanya membisu, kembali membisu dan merasa jauh dari dirimu. Kadang aku merasa terasing dan seolah tak mengenalmu. Aku hanya mampu menggigit bibirku dan menelan ludah, berharap sekatan-sekatan diamku yang membeku mulai mencair dari bengkaknya.
“Mengapa begitu mencintaiku ?” pertanyaan itu kembali terlontar lagi dari bibirmu yang lugu. Aku pun melemah. Wahai cinta ! aku ingin sekali melarang engkau dan melarang engkau untuk bertanya lagi. Engkau tahu cinta, aku telah bersumpah untuk tidak mendengar pertanyaan itu lagi. Cinta, engkau bertanya bukan karena meragukan pengorbanan yang selama ini kuberikan ? bukan karena tak lagi mempercayai ketulusanku ? bukan karena kini engkau membandingkan cintaku, dengan cinta orang-orang asing itu ?.
Ingatkah cinta pada lelaki itu ? lelaki yang pernah mengisi relung hati perempuan ini. Lelaki yang telah meneduhkan dirinya dengan kesabaran. Mencintai perempuan ini dengan segala kesederhanaan dan kekayaan hatinya. Lelaki terbaik yang juga mencintaimu tanpa syarat. Lelaki yang sepanjang sisa hidupnya menimang-nimang tubuhmu yang mungil, menciumimu dengan kasih sambil menceritakan dongeng-dongeng yang akan mengantarmu tertidur pulas. Lelaki yang selalu khawatir dengan rengekan-rengekan lirih yang keluar dari bibirmu. Ia membuatmu bagai putri kecil di istana hatinya. Siang dan malam ia rela menanggung beban dunia ini di punggungnya yang semakin menua. Perempuan ini tidak diberi bagian pilu perjuangannya, bahkan menyentuh keluhan-keluhan yang tak pernah terucap, membiarkannya menjadi sebuah rahasia. Ia hanya membuka dirinya untuk sebuah alasan dalam senyuman dan kebahagiaan, yang ia berikan pada perempuan ini dan engkau cinta, karena engkau buah hatinya.
Cinta, engkau tak perlu mengetahui kedalaman rasa cinta dan sayangku. Rasa cinta ini sudah mendarah daging dalam tubuhku. Bahkan sudah menjadi nadi hidupku. Hati ini sangat hancur, seolah tulang-tulangku remuk dan berserakan, ketika aku mendengar rintihan dukamu atau saat orang-orang tak berperasaan itu menyakitimu. Aku bisa mati, cinta ! Bagaimana tidak !? karena engkau belahan jiwaku. Aku rela jika harus menanggung perih yang kini bersemayam di dirimu. Asalkan engkau tetap mengizinkan aku menyentuhmu, mendengar tawamu, melihat senyummu dan menjadi pahlawanmu kala engkau tak berdaya.
Melihat matamu yang bening. Meluruhkan setetes demi setetes bongkahan-bongkahan kebencian, amarah dan dendam yang selalu menggelayuti hatiku. Engkau mengajarkan aku bagaimana mengarifi hidup, yang terkadang begitu sulit untuk aku maafkan. Engkau mengajari aku arti sebuah kesungguhan untuk berkorban tanpa pamrih. Tak perlu engkau mendengar bisikan lelah, dan menatap lelehan air mataku karena rasa takut dan cemas kehilangan dirimu.
Kata-katamu yang lembut menghapuskan amarah. Doa yang menumpuk telah mengubur dalam-dalam rasa itu. Doa yang bisa menyibak dosa-dosamu menuju langit, dan menyulapmu menjadi malaikat suci tanpa cela. Terkadang jika aku sendiri, aku merasakan ketakutan yang teramat sangat, cinta. Takut engkau pergi jauh, dan tak akan pernah kembali ke sisiku lagi untuk selamanya. Ingin rasanya aku mendekapmu erat-erat. Dan mengunci semua pintu dan jendela di rumah ini, seolah-olah aku tak ingin hari merangkak dan berganti menjadi hari ini, lusa atau esok nanti. Andai engkau bisa menengok pikiran perempuan ini saat mencuri pandang padamu, perempuan ini pernah hidup dengan keegoisan yang menyiksa. Tak rela engkau menanam kasih pada hati yang sejati tak dikenali.
“Mengapa begitu mencintaiku ?” cintaku bertanya. Pertanyaan yang abadi, seketika aku menangis. Aku tidak mengerti, apa yang kutangisi ? apa karena aku tak sanggup memberikan jawaban ? atau aku menangisi dirinya ? apakah cinta bisa menerima lelehan air mata yang mulai berbunga dengan aneka warna ini ?. Sanggupkah cinta mengurai setiap rasa yang pernah tersimpan ? dimana aku begitu perih dicabik-cabik, menahan semua larutan emosi. Ketika orang-orang asing itu menyakitiku dan menyakitimu, lalu meninggalkan kita, dalam ruang kepayahan yang sudah tidak dipandang lagi oleh mereka, tapi aku terlanjur memahatmu menjadi seorang malaikat, semenjak dari rahimku. Akulah yang memahatmu dan mengukirmu dengan segenap ketulusan dan anugerah cinta tanpa batas. Doa-doaku telah hanyut menuju muara kalbumu, Dan engkau pun menjadi hujan yang memberi hidup pada padang rumput yang terbakar. Kala suara merdumu memecahkan sunyi senyap kehidupanku. engkau menggantikan bait-bait keangkuhan dengan nyanyian-nyanyian rahmat.
Menatapmu seolah berdiri di ruangan kaca yang memantulkan bayangan diri sendiri. Lalu aku akan menyambut tanganmu dan engkau akan berjalan pelan, meniti jembatan kehidupan yang telah kita desain dahulu, diatas kerikil-kerikil tajam yang sering melukai telapak kaki kita tanpa henti. Begitu hati-hatinya kita, hingga aku tidak ingin engkau masuk ke dalam jurang yang dulu pernah aku masuki.
Zaman ini telah memakan masa mudaku. Mulai merapuhkan tulang-tulang tubuhku. Tapi tidak sanggup merapuhkan nyala semangat hidupku. Tubuhku semakin ringkih dan pucat. Sedang engkau, seolah membuatku akan mengecap hidup ribuan bahkan ratusan tahun lagi, pada saat engkau mengembalikan ingatanku yang mulai pupus, dengan kenangan-kenangan masa lalu yang begitu manis. Mendengarmu bercerita, seperti awan yang berbicara pada bumi, seperti bintang yang berkata pada bulan dan seperti buih yang mengadu pada ombak. Malam menjadi tak semakin larut, matahari enggan untuk terbit. Waktu telah menjadi mati. Lalu tawa kita berderai riang. Hanya kita berdua.
“Mengapa begitu mencintaiku”? tunggulah dengan sabar. Bukankah kini sudah puluhan tahun engkau mengiringiku. Engkau begitu kuat dan begitu hebat melewati kerikil-kerikil curam ini. Maafkan aku cinta kalau aku tanpa sengaja menarik lenganmu dalam perjuangan ini, dalam perihan derita yang seharusnya aku tanggung sendiri.
Sedang engkau selalu bercahaya. Engkau selalu hadir tanpa luka. Hadir dalam tumbuhnya kembang-kembang santun dalam taman akhlak. Matamu yang lembut, ingin mengajakku menyelami kedalaman sanubarimu yang tersembunyi. Aku bahagia, cinta, memiliki anugerah seperti dirimu. Dirimu telah membuatku menjadi orang paling beruntung di jagat raya ini. Kau memujaku seperti penyembah kepada sesembahannya.
“Mengapa begitu mencintaiku ?” kuulurkan tanganku yang telah keriput. Engkau menyambut dan menggenggam erat dengan dua tanganmu. Seketika aku memandang wajahmu yang elok. Lirihan dzikir keagungan mulai menyusupi jiwaku. Engkau bersimpuh tunduk penuh pengharapan. Seketika matahari menghilang dengan segera. Menetaskan senyap kebisuan. Sepertinya kenangan-kenangan itu semakin menjauh dari benakku. Entah mengapa aku merindukanmu, cinta. Aku rindu mendengar suaramu, aku rindu menyentuh rambutmu yang hitam, seperti dulu kala engkau merengek manja bila menginginkan sesuatu, alangkah menyakitkan berjauhan dengan orang yang dikasihi. Jika kini engkau menangis, cinta, apakah karena kasihan pada perempuan lemah ini, yang hanya terbaring sambil menghitung jumlah bintang-bintang yang telah lewat ? apakah karena aku menyisakan kepingan-kepingan luka yang masih tertahan ? apakah karena engkau tak sanggup kehilangan perempuan ini ? tidak cinta …! tidak… ! aku tak akan meninggalkanmu. Aku akan selalu hidup untukmu. Aku akan selalu hidup di dalam hatimu, karena engkaulah yang memberi ruang itu hanya untukku. Cinta… jika aku sudah tak bisa melihat matahari terbit, jika aku tak bisa melukis lagi tentang indahnya pelangi, jika tutur kataku terpenjara oleh bibir yang terkatup, jika mata ini enggan untuk menerima warna dunia ini, dan jika hari ini dan hari esok bukan haknya lagi perempuan ini, karena takdir sudah menghentikan alurnya. Aku mohon dengan sangat, berikanlah aku tempat itu, cinta, tempat yang begitu hijau yang selalu aku rindukan, aku ingin hidup dengan lelaki itu, lelaki yang telah pergi mendahului dengan membawa sebagian jiwa perempuan ini, dan membawa engkau dalam hatinya.
Cinta, perempuan ini tidak mempunyai nyali melawan takdir. Aku pinta jangan engkau membingkiskan bunga air mata disamping pembaringanku yang mulai mendingin. Tak perlu menyesal berjauhan dengan raga perempuan ini, aku hanya ingin menetap di hatimu yang indah, yang selalu lirih menyebut perempuan ini dengan sebuah kata teragung… ibu…!, ingatlah aku cinta, kenanglah dan alirilah cintamu dengan cinta yang tulus aku berikan padamu selama ini, pada belahan jiwamu kelak, hingga engkau mengerti mengapa aku begitu mencintaimu dan tiada pernah lelah mencintaimu.

Satu hadiah hati…
Untuk satu rindu…
Untuk satu cinta…
Untuk satu wanita terbaik dan teragung dalam hidupku,
Ibu…

Ditulis Oleh : Ai Rohaeti

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda